Kamis (22/8), menjadi hari yang akan selalu dikenang bagi para pejuang demokrasi, bagaimana tidak? Di hari itu banyak elemen masyarakat yang turun ke jalan atas dasar menolak revisi UU Pilkada. Baleg DPR mengambil aturan batas usia calon kepala daerah sesuai dengan putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang dimana dalam putusan itu sangat bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Menurut pakar hukum tata negara, yaitu Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U., M.I.P., dalam laman podcast di youtube pribadinya, Mahfud MD merespons dengan cukup pedas, dengan mengatakan, ”Maaf kampungan, itu hanya upaya untuk meloloskan kaesang karena sudah terlanjur di deklarasikan.”
Para mahasiswa dari Universitas Diponegoro juga ikut turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi, serta menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk membatalkan revisi UU Pilkada dan mengawal keputusan yang sudah disahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Alih-alih bertemu dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), para mahasiswa yang melakukan aksi di depan Gedung DPRD malah dihadiahi oleh gas air mata dan semprotan water cannon.
Kericuhan ini dipicu oleh aksi para mahasiswa yang memaksa masuk ke Gedung DPRD, situasi yang memanas ini memaksa pihak kepolisian untuk bertindak tegas. Banyak para mahasiswa menjadi korban atas tembakan gas air mata, setidaknya ada 11 mahasiswa dari beragai universitas di Jawa Tengah, yang menjadi korban dan harus dilarikan ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan medis.
Tinggalkan Balasan